22 December 2007

Manusia-kan Kami Kereta Api Indonesia


Sejak bernama Jawatan, Perum, hingga Persero (PT Kereta Api Indonesia) yang tugasnya mengeruk untung seperti saat ini, kereta api ternyata tidak pernah berubah. Tak akan memanusiakan penggunanya, khususnya dari golongan miskin.

Yang saya tahu, sejak 10 tahun lalu, [kalau kata teman sih lebih lama lagi 20 tahun], tidak ada perubahan signifikan dari manajemen kereta api untuk memberikan fasilitas atau layanan yang lebih baik bagi pengguna setia [pasnya, bagi yang terpaksa] dari gerbong-gerbong tua kelas ekonomi yang tak layak, baik dari segi nyaman dan amannya.

Mungkin karena tiketnya yang murah, manajemen kereta api berbuat seenak udelnya. Tak ada fasilitas apapun yang bisa membuat penumpang kereta kelas ekonomi nyaman. Lampu mati, cendela kadang bolong tanpa kaca, kipas angin mati. Sementara gerbong mengangkut manusia melebihi kapasitas seharusnya sehingga tak ada lagi ruang kosong untuk duduk. Berdiri dengan nyaman pun akan susah, semua penuh, sampe bordes kereta yang seharusnya area bebas penumpang.

Belum lagi kalau pas rame, toilet [yang memang sudah tak berfungsi dengan benar karena tak ada air nya] menjadi semakin tak berfungsi karena dijadikan tempat duduk oleh tiga orang pria. Alhasil,orang yang mau pipis jadi kesusahan. Seperti yang saya alami ketika naik kereta Kertajaya (Pasar Senen Jakarta-Pasar Turi Surabaya), yang sangat penuh dengan penumpang Kamis (20 Desember 2007) malam kemarin.

Mereka yang pengen pipis [termasuk saya], hanya bisa menunggu kereta berhenti di stasiun. Tak masalah jika behenti lama. Tapi bagaimana kalau cuman berhenti sebentar, yang cowok mungkin dengan cepat berlari untuk kembali masuk kereta. Tapi bagaimana dengan ibu-ibu atau remaja putri yang pastinya geraknya tak secepat yang pria.

Kereta api kelas ekonomi bagaimana keadaannya tetap akan jadi primadona karena yang miskin memang tak punya pilihan. Namun apakah akan terus demikian? Apa karena tiketnya yang murah lantas manajemen kereta api Indonesia berhak semena-mena kepada penumpang? Dan lebih memperhatikan penumpang kelas bisnis dan eksekutif yang memang membayar lebih mahal?

Slogan Top 21 mu, yang melayani sama sekali tak berguna.

Kenapa tidak membuat kebijakan yang lebih manusiawi? Menambah frekuensi keberangkatan misalnya, sehingga penumpang tak perlu lagi berjejal dalam rangkaian gerbong yang sudah penuh dan pengab. Dan bukankan sudah menjadi tugas negara untuk melayani rakyatnya?
Dan jangan pula kau menjawab, `salah sendiri naik kelas ekonomi`. [terkutuklah yang menjawab seperti itu]

Jadi ku tantang kau, wahai Menteri Perhubungan, Direktur PT KAI dan seluruh jajaran direksi untuk naik kereta api ekonomi Jakarta-Surabaya atau semua jurusan lainnya.
Dan untuk kali ini, ajaklah istri, saudara-saudara perempuanmu, anak perempuanmu agar bisa merasakan susahnya pipis atau eeg di toilet-toilet jorok yang tak pernah tersedia air atau yang kadang sudah di tempati orang yang tak lagi kebagian tempat duduk di gerbong-gerbong reotmu.

Ini agar kau mengerti, dan setelah mengerti, semoga kau bisa membuat kebijaksanaan yang manusiawi, yang memanusiakan manusia yang membeli tiket mahal untuk kereta-kereta usang yang kau monopoli.

16 December 2007

Sepeda Pancal



Setelah cukup lama memendam rasa dan pengen, saya akhirnya bisa memiliki sebuah sepeda pancal. Tuku tunai nang toko.
Memang bukan sepeda bagus dan mahal seperti yang saya idam idamkan, tapi cukuplah untuk bike to work dan olahraga kliling suroboyo tiap minggu pagi ato pas malam hari sepulang gawe...
[itung itung ngurangi emisi, lan ga tuku bensin, wis seminggu sejak tuku sepeda onthel, motor tak parkir, ga pernah dipakai, cuman dipanasin tok tiap pagi selama 3 menit saja]

sepedae merek wimcycle, jenis road champ, regane 675 ewu. tapi jujur wae, sepeda iki ga rekomended, mending tuku polygon, larang sitik tapi komponennya wis apik kabeh, puas dadine.

14 December 2007

Bakri Lebih Kaya dari Nabi Sulaiman

Esei Bangbang Wetan, Emha Ainun Nadjib
tulisan ini ditampilkan di Harian SURYA, edisi Sabtu 15 Desember 2007
Lupa tahun berapa. Pak Harto masih berkuasa. ABRI dan Golkar sedang kuat-kuatnya. Menteri Agama waktu itu Pak Tarmidzi Taher, Pangdam Jatim Pak Hartono Banyuanyar
Madura, Gubernur Jatim mungkin Pak Basofi Sudirman. Seingat saya ketiga beliau hadir
di BPPM Pondok Gontor Ponorogo siang itu bersama Bambang Tri Hatmojo boss Bimantara.

RCTI meliput acara itu untuk siaran tunda, dipimpin langsung oleh direkturnya: Andy
Ralli Siregar. Waktu itu RCTI masih sempit wawasan dan pengalaman pasarnya, sehingga menyangka saya dan KiaiKanjeng layak tayang.
Kesempitan wawasan itu segera dibayar dengan pernyataan pengunduran diri sang Direktur hanya beberapa puluh menit sesudah saya dan KiaiKanjeng naik panggung.

Pasalnya, beberapa menit saya di panggung, saya dikasih kertas kecil berisi peringatan agar saya hati-hati bicara terutama karena ada anaknya Pak Harto. Maka saya benar-benar sangat berlaku hati-hati. Saya mengangkat tangan kiri dengan hati-hati, telunjuk saya luruskan dengan hati-hati dan saya tudingkan ke arah Bambang Tri Hatmojo.

Tangan saya adalah anugerah Allah yang sangat mahal, sehingga saya gunakan pula untuk menuding orang yang paling mahal dan penting.
"Bambang Tri!", kata saya dengan hati-hati.
"Nanti pulang ke rumah bukalah buku catatan kekayaanmu. Coba dihitung dengan seksama berapa persen yang halal, berapa persen yang haram dan berapa persen yang syubhat...."

Karena atmosfir suasana dan wajah semua orang yang hadir terutama para pejabat tinggi menjadi sangat tegang dan kebingungan.
saya meneruskan : "Saya tahu kata-kata dan sikap saya sangat menusuk dan menyakitkan hati Bung Bambang, tetapi mohon diingat bahwa itu hanya secipratan dibandingnya sakitnya hati rakyat selama ini..."

Setelah itu bisa dibayangkan sendiri apa yang terjadi, bagaimana nasib saya, bagaimana nasib Kiai Gontor yang sesepuh saya di hadapan Pak Harto, bagimana nasib Direktur RCTI di depan pemilik Bimantara Bambang Tri Hatmojo dst.

Apalagi ketika kemudian mendadak MC berdiri dan memotong pembicaraan saya dengan mengatakan, "Saudara-saudara demikianlah tadi telah berlangsung seluruh rangkaian acara...."

Spontan dengan hati-hati saya menggebrak meja dan saya bentak MC itu dan saya suruh turun panggung....
Kalau Anda hadir di Bangbang Wetan insyaallah ada kemungkinan saya kisahkan secara
lebih detail apa yang kemudian terjadi. Suharto masih sangat berkuasa, tentara dan
polisi ada di mana-mana karena Pangdam hadir Menteri hadir dan terutama anaknya Pak
Harto hadir.

Jangan dibandingkan dengan situasi sekarang. Ketika Orba semua orang "ndelosor" ketakutan. Beda dengan di masa reformasi, sekarang ini: semua orang pemberani, hebat-hebat, kritis, progresif dan berani melawan siapa saja. Di masa reformasi semua orang bangkit, semua orang bisa jadi Menteri, semua orang bisa jadi Gubernur, anggota DPR, Bupati, Walikota...

Kecuali saya. Saya sangat penakut begitu era reformasi berlangsung. Sehingga kalau umpamanya saya terlibat dalam suatu forum di mana ada Aburizal Bakri, saya jamin saya tidak akan berani mengucapkan kalimat seperti yang saya ucapkan di depan umum
kepada Bambang Tri Hatmojo : "Bung Ical, nanti pulang ke rumah bukalah buku catatan
kekayaanmu. Coba dihitung dengan seksama berapa persen yang halal, berapa persen
yang haram dan berapa persen yang syubhat...."

Mungkin karena beliau saya bayangkan lebih kaya dibanding Nabi Sulaiman, meskipun hal itu harus diinvestigasi. Mungkin juga karena dalam pemetaan struktural global
seperti sekarang belum ada pasal-pasal fiqih yang bisa dipakai sebagai parameter untuk mengukur apakah uang yang itu halal atau haram.
Kausalitas, sebab akibat, asal muasal, ujung pangkal dan sangkan paran setiap lembar uang di tangan seseorang sangat susah ditentukan posisi fiqhiyahnya, halal haramnya.

Yang saya mampu lakukan adalah tiga hari yang lalu khushusan dari Jakarta saya datang ke Sidoarjo untuk berkumpul dengan sekitar 120 perwakilan dan tokoh-tokoh masyarakat korban lumpur yang berjumlah sekitar 11.600 KK atau sekitar 47.000 orang, di luar 290 KK yang masih tinggal di Pasar Porong.
Sebelum itu saya temui dulu Bupati Sidoardjo untuk memastikan di mana "alamat" beliau dalam peta lumpur hari ini dan ke depan.

Alhamdulillah Sidoardjo solid. Nanti Pebruari Sidoardjo Bangkit. Kami menyepakati sejumlah prinsip secara penuh tekad bulat, menyusun sekian agenda bertahap ke depan. Monggo saja.

ayo nyumbang buku