SAYA tidak ingin berbasa-basi menulis sebuah pengantar
mengenai kematian tragis dua suporter Arema setelah bentrok (diserang) suporter
Surabaya United di Sragen, Jawa Tengah, Sabtu (19/12/2015) kemarin. Saya rasa
semua orang sudah tahu cerita dengan segala versinya masing-masing.
Saya hanya ingin menulis, bahwa kasus ini bisa dihindarkan
jika semua pihak tidak bersikap lugu. Siapa pihak-pihak itu? polisi, gubernur,
operator Piala Jenderal Sudirman, dan manajemen klub.
Semua orang sudah paham dan tahu suporter Malang dan
Surabaya tidak pernah akur. Banyak kisah tragis antar dua suporter di Jawa
Timur ini. Lalu mengapa pihak-pihak ini mengapa tidak membuat perencanaan
matang untuk mengamankan suporter yang akan ke Sleman untuk mendukung Arema
atau Surabaya United di Piala Jenderal Sudirman.
Yang terjadi justru
sikap lugu alias polos karena berasumsi yang bertanding Surabaya United, bukan
Persebaya. Jadi Bonek tidak akan datang dan artinya tidak akan bentrokan antara
Bonek dan Aremania.
Haloo?? Apa semuanya belum pernah atau tidak paham rivalitas
suporter Malang dengan Surabaya? Dan kemudian acuh pada sebuah potensi
bentrokan antar suporter hanya karena yang bertanding adalah Arema Malang
melawan Surabaya United bukan Persebaya?
Sikap naif atau lugu ini setidaknya terekam dalam akun
twitter Gubernur Jawa Timur Soekarwo, entah itu ditulis adminnya atau memang
dari sang Gubernur sendiri. Ketika itu, Soekarwo melalui akun resminya @pakdekarwo1950 menanggapi cuitan seorang
netizen dengan menulis ‘cek lagi apa bener itu Bonek. bukankah Bonek
sebutan suporter Persebaya’.
Harusnya semua pihak khususnya polisi tanggap dengan ini.
Info rombongan suporter sudah tersebar jauh hari, baik melalui organisasi
suporter, atau media sosial seperti akun grup suporter di faccebook dan grup wa
atau BBM.
Atau aparat telik sandi atau intel polisi memang tidak
memantau media sosial, facebook dan grup wa/BBM sehingga tidak tahu ada
rombongan suporter Surabaya naik empat truk terbuka menuju Sleman, entah dengan
tujuan nonton bola atau mencari perang dengan suporter asal Malang.
Kalau para intel ini tidak tahu ada pergerakan suporter.
Lantas kerja merepa apa? Hanya melaporkan sesuatu yang sedang atau telah
terjadi?
Andai aparat kepolisian dan TNI (kalau boleh dimasukkan),
operator kompetisi dan klub mengetahui ini, mereka bisa menyiapkan skenario
yang baik. Minimal memberi pengawalan, membuatkan jalur yang terpisah antar dua
suporter agar potensi bentrok tidak terjadi. Nasi sudah menjadi bubur, dua nyawa melayang. Semoga tidak
sia-sia.(*)
Wahyu Nurdiyanto, wartawan, pecinta sepakbola, tinggal di
Banyuwangi
@kowokhitam
*catatan: ditulis dengan emosi. rencananya mau dikirimkan ke blog sepakbola, tapi urung dikirim karena males mau merevisi tulisan hahaha.
** selamat natal semuanya