30 August 2007

FOTO ORANG (DI)HILANG(KAN)

wajah-wajah orang-orang yang dihilangkan negara, entah dimana mereka berada

"Kalu hidup dimana, kalau sudah mati dimana kuburnya," pernyataan Sipon, istri dari seniman asal Solo, Wiji Tukul yang hilang/diculik pada 1996.

Hingga sekarang, Sipon bersama kedua anaknya, Hitri Nganthi Wani dan Fajar Merah berusaha untuk terus bertahan hidup dengan membuka usaha jahitan. "Sudah hampir 8 tahun saya kehilangan suami saya tanpa kepastian, saya tidak tahu apa yang dilakukan Tukul sehingga saya terkena imbasnya, ini seperti pepetah suwargo nunut, neroko katut (surga ikut, neraka ikut)," papar Sipon. [dikutip dari Suara Pembaharuan]
[foto; nothing]
Orang (DI)Hilang(KAN)


Foto ini bukan foto selebritis, ini adalah foto orang-orang yang hilang oleh tangan besi pemerintah Indonesia kala itu.
[foto; nothing]

Di fasilitasi oleh KONTRAS (Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan) manusia-manusia yang terluka hatinya secara rutin melakukan aksi setiap hari Kamis, di depan Istana Merdeka di jalan Medan Merdeka Selatan Jakarta untuk melakukan aksi diam mulai jam 16.00 WIB hingga 17.00 WIB.
Mereka yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Korban dan Keluarga Korban (JSKK) pelanggaran Hak Asasi Manusia dan IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang) melengkapi diri dengan payung hitam bertuliskan Adili Pelanggar HAM, foto keluarga yang menjadi korban termasuk gambar raksasa foto Munir, poster bertuliskan `Tolak Impunitas`, dan aksi teaterikal. Aski ini bertujuan agar pemerintah Indonesia yang di pimpin Susilo Bambang Yudhoyono serius untuk mengususut kekerasan yang dilakukan oleh negara kepada rakyatnya.
Aksi Kamisan,-begitu mereka menamakan ini karena selalu digelar pada hari Kamis,- ini diilhami oleh gerakan yang dilakukan ibu-ibu di Argentina yang berkumpul setiap hari di depan The Plaza de Mayo. Aksi itu menuntut pemerintah Argentina memberitahukan keberadaan anak-anak mereka yang hilang. Alhasil, tindakan itu membawa hasil, yang memaksa pemerintah lantas mengakui penculikan terhadap ribuan orang Argentina.
Acara kemarin menjadi aksi ke-32 dari JSKK sekaligus menjadi Peringatan Hari Pekan Penghilangan Paksa Internasional 2007
"Kami tidak akan pernah lelah untuk ini. Dan terima kasih kepada semua yang telah mendukung aksi kami ini. Semoga tidak ada hal seperti ini (penculikan/pembunuhan oleh negara) menimpa keluarga Indonesia lainnya," ucap Utomo Raharja yang kehilangan anak keduanya Petrus Bima Anugerah.
Petrus adalah aktivis dan diduga besar hilang karena aksi penculikan yang dilakukan pemerintah di era kepemimpinan Soeharto ketika itu.
Petrus hilang sejak 31 MAret 1996 akibat aktifitasnya bersama Partai Rakyat Demokratik (PRD), partai yang dinilai berbahaya oleh pemerintah Soeharto.
Masih banyak Utomo Raharjo lain, karena begitu banyak orang hilang atau dihilangkan oleh penguasa republik ini.

23 August 2007

Wars Within : Cerita Majalah Tempo


Di Indonesia nama majalah Tempo sudah begitu melegenda. Selain berita-berita tajam hasil karya jurnalistik yang nyaris sempurna, tempo juga dikenal sebagai sosok majalah yang `Die Hard` jika memimjam istilah film Hollywood yang tenar berkat akting kocak Bruce Willis.
Dua kali sudah majalah ini dibredel oleh penguasa yang tak berkenan dengan pemberitaannya, tahun 1982 dan 1994. Belum lagi tuntutan-tuntutan perdata puluhan miliar rupiah dari orang-orang yang dibongkar belangnya oleh majalah yang terbit pertama kali pada Maret 1971 itu,- termasuk kasus gugatan Rp 1.000.000.000 miliar dan 2 miliar dolar AS-. Toh, majalah yang dipimpin oleh Goenawan Mohammad itu tetap eksis hingga sekarang.
Namun terlepas dari sosok Tempo yang tidak ada matinya, majalah ini mempunyai peranan penting dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia dengan penyajian berita-berita politik, dan konsitensinya untuk menyuarakan kebenaran di republik yang menyuburkan korupsi dan kolusi.

Dengan kata lain, Tempo mampu memerankan fungsinya sebagai pilar demokrasi, sebagai pendidik dan pengawas. Meskipun sangat berpengaruh karena menjadi majalah paling berpengaruh, sejarah majalah Tempo tidak banyak diketahui orang. Dan hal inilah yang disajikan oleh Janet Steele, Assosiate Professor pada The School of Media and Public Affair di Universitas George Whasington, dalam bukunya Wars Within, Pergulatan Tempo, Majalah Berita Sejak zaman orde Baru. Buku edisi pertamannya berupa tulisan bahasa Inggris dengan judul Wars Within : The story of Tempo, namun kemudian di terjemahkan dengan baik dan lugas oleh Arif Zulkifli. Buku terbitan Dian Rakyat ini bercover gambar wajah pimpinan redaksi Tempo Goenawan Mohammad dan wajah Presiden RI ke-2 Soeharto. Wars Within yang memiliki 291 halaman, ditulis dengan gaya naratif yang enak dibaca. "Tempo menjadi sebuah majalah penting di Indonesia. Karena itu saya menulis dan melakukan penelitian untuk membuat buku tentang Tempo," ucap Janet, saat peluncuran buku Wars Wthin edisi bahasa Indonesia di Jakarta, Kamis (23/8). "Saya sungguh-sungguh berharap bisa menampilkan potret utuh Tempo," ucap Janet mengenai bukunya yang bisa disebut sebagai sebuah literatur yang ideal mengenai sejarh politik dan budaya Indonesia, atau setidaknya gambaran mengenai Tempo dari masa ke masa.

Banyak hal yang diceritakan oleh Janet dalam buku ini. Sejarah Tempo yang tidak banyak diketahui publik terpapar dengan jelas. wawancara dengan Goenawan Mohammad dan pendiri-pendiri Tempo membuat pemaparan sejarah dan pergolakan internal awak redaksi paska pembredelan kedua disajikan dengan runtut. Termasuk fakta jika Gunawan Mohammad sebenarnya tidak mau Tempo kembali terbit pada 1998 saat pintu reformasi terbuka lebar bagi pers. "Ego saya mengatakan Tempo tidak perlu terbit lagi," ucap Goenawan Mohammad dalam sebuah rapat dengan para awak redaksi Tempo yang dikutip oleh Janet pada bagian Epilog di bukunya. Goenawan yang disebut Janet sebagai sosok pria tampan, berkulit halus dan nyaris sempurna bahasa Inggrisnya itu, beralasan jika Tempo lebih baik tidak terbit, menjadi memori dan menjadi legenda pers di Indonesia. Hal menarik lainnya yang bisa diketahui publik adalah sejarah-sejarah menarik para punggawa redaksi, seperti latar belakangnya yang eks tapol dan pernah menghuni Pulau Buru.

Janet yang memperoleh Fullbright Professor dalam program American Studies di Universitas Indonesia juga memaparkan bagaimana Tempo menjalani posisi `mendua` semasa pemerintahan Soeharto. Meski Janet lebih suka untuk menyajikan pandangan independen Tempo dengan seringnya pemberitaan yang cenderung beresiko untuk menyerang pemerintahan yang terkenal otokratis, khas orde baru. Proses pemberitaan yang rumit, bagaimana redaksi menentukan apa yang pantas naik cetak dan yang tidak naik cetak seperti pada kasus cerita dari Pulaui Buru, peristiwa Tanjung Priok, dan pemberitaan korupsi, hingga kasus terakhir yang menimpa Tempo dengan tuntutan Tomy Winata juga tersaji menarik.

Bahkan terbilang cukup detail khususnya pada saat persidangan di Pengadilan Jakarta Selatan. Wars Within harus diakui memuat hal-hal menarik yang tersaji dari sebuah riset dan observasi mendalam yang dilakukan oleh Janet, termasuk pengayaan materi dengan menampilkan metode content analysis khas metodologi ilmu komunikasi. Namun buku ini juga cukup susah untuk `diterjemahkan` kepada siapa buku ini ditujukan sebenarnya.

[foto by nothing]

19 August 2007



UEFA Champions League

Yang suka nontong Liga Champions UEFA tentunya tak asing dengan lagu ini.., lagu yang megah..[menurut ku sih..]

Ceux sont les meilleurs equipes
Es sind die aller besten Mannschaften, the main event.

Die Meister, die Besten, les meilleurs equipes, the champions.

Les grandes et les meilleurs!
Eine grosse stattliche Veranstaltung, the main event:
These are the men, Sie sind die Besten, These are the champions!
Die Meister, die Besten, les meilleurs equipes, the champions.
Die Meister, die Besten, les meilleurs equipes, the champions.

bisa didengar di sini




Lagu The Kop Untuk The Reds


Bagi pengemar sepakbola. lagu You’ll Never Walk Alone ini pastinya tidak asing. Ini adalah lagu kebangsaan suporter Liverpool. Lagu ini akan bergemuruh di Stadion Anfield ataupun stadion-stadion lainnya jika The Reds tengah bertanding dan suporter fanatis mereka juga hadir. dan ini adalah sejarah singkatnya..

Written by Rogers and Hammerstein for the 1945 Broadway musical 'Carousel', Gerry Marsden and his Pacemakers performed the song in Liverpool clubs during the birth of Merseybeat.
"The audience would just stop, stand and listen. It had this immediate effect," says Marsden.
Released in October 1963, YNWA was the Pacemakers' third consecutive number one and nowhere was it more popular than on the Kop, as fans sang along with the PA before matches.
When it fell from the top spot, Kopites continued to sing it and YNWA has been played and sung at Anfield ever since.


You’ll Never Walk Alone

When you walk through a storm
Hold your head up high
And don't be afraid of the dark
At the end of the storm
Is a golden sky
And the sweet silver song of a lark

Walk on through the wind
Walk on through the rain
Tho' your dreams be tossed and blown
Walk on, walk on
With hope in your heart
And you'll never walk alone
You'll never walk alone

dan ini link nya
Hear or download the MP3 of the Chant


01 August 2007


- Putri Indonesia 2007 -

Putri Berbakat Dengan Bakat Yang Terbatas
ENTAH apa yang sebenarnya dicari dalam malam pemilihan Putri Berbakat di ajang Putri Indonesia (PI) 2007 yang digelar di Hotel Nikko Jakarta, Selasa (31/7) malam kemarin.Keseluruhan 36 finalis tampil ayu untuk saling beradu bakat dihadapan 12 juri.

[foto : artika sari devi, PI 2004]
Semuanya terlihat semangat dan percaya
diri untuk menunjukkan bakat dan kemampuan terbaik mereka.Namun jika ditilik secara cermat, dari 36 finalis yang beradu suara, menari ataupun membaca puisi, hanya sedikit yang benar-benar menunjukkan kemampuan ataupun bakat yang memang dimiliki.

Kemampuan yang benar-benar atau lumayan menonjol hanya dimiliki segelintir finalis saja.Namun apa daya, 12 juri yang hadir harus tetap untuk memilih tiga finalis Putri Berbakat untuk kemudian diumumkan pemenangnya pada malam final 3 Agustus mendatang. Tiga finalis pun akhirnya dipilih oleh dewan juri, termasuk oleh juara PI 2005 Artika Sari Devi.

Yang pertama adalah finalis asal Papua, Christy Anggeline Jawiraka. Gadis yang biasa di sapa Angel itu tampil penuh percaya diri dengan pakaian tradisional berumbai-rumbai dengan hiasan buku burung Kasuari sambil menarikan tarian tradisional dengan gerakan-gerakan kaki ditekuk sambil meloncat dan
bergerak ke kanan dan kekiri, serta tangan yang bergerak gerak keatas dan ke bawah.

Finalis kedua adalah DKI Jakarta 2, Tri Handayani, yang mempertunjukkan tari tradisional yang memang luwes, dan yang terakhir adalah Masyitah finalis asal Kepulauan Riau. Sita tampil penuh percaya diri membacakan puisi ciptaanya dengan gaya improvisasi gaya dan olah vokal yang berbeda, namun entah mengapa hal tersebut bisa memesona dewan juri. DAn pada akhirnya gelar Putri Berbakat memang menjadi milik Sita.
"Mereka ada yang benar-benar berbakat, dan Putri asal Papua saya lihat punya bakat dan tampil luwes," ucap Artika Sari Devi menguatkan pilihan dewan juri dalam memilih 3 finalis Putri Berbakat.

Saat menyimak penampilan ke 36 finalis Putri Indonesia 2007, finalis asal Jogjakarta, Denissa Marthatina menjadi salah satu yang bisa benar-benar disebut berbakat. Gadis berusia 18 tahun
yang baru lulus SMA itu memilih menyanyi. Dennis yang merupakan calon mahasiswa Psikologi Universitas Islam Jogjakarta itu membuktikan jika memang bisa menyanyi dan bersuara merdu kala menyenandungkan lagu berjudul `Salahkah Aku Terlalu Mencintaimu' yang sebelumnya di populerkan oleh Ratu. Sayang, karena bukan lagu karangan sendiri, Dennis sepertinya harus kalah, mengingat orisinalitas juga menjadi acuan dalam penilaian.

Finalis lain yang terlihat menunjukkan bakat adalah Yulia Ramadayanti, finalis asal Kalimantan Barat. Dara berusia 23 tahun itu dengan gagah menunjukkan kemampuannya sebagai peniup terompet handal sebagai mantan anggota marching band di kampusnya, plus dengan seragam marching band berwarna unggu. Kemampuan yang lumayan bagus juga ditunjukkan oleh Evajune Tassa Rieuwpassa yang mewakili Provinsi Maluku. Memakai pakaian kebaya modern berwarna putih, Tasha yang hitam
manis ini menunjukkan kemampuannya bermain piano sambil menyanyikan sebuah lagu daerah asal provinsinya.
Sedangkan finalis asal Jawa Tengah mencoba meyakinakan juri dan penonton mengenai kemampuannya membatik, sayang proses pembuktiannya masih meragukan, karena dia tidak emnampilkan bakatnya itu di panggung karena alasan teknik, dan memilih untuk bercerita mengenai alat-alat yang digunakan untuk membatik, yang jujur saja bisa diketahui lewat buku pelajaran anak SD.
Sementara finalis lainnya terlihat sama sekali tidak menunjukkan bakat atau bahkan benar-benar punya bakat kemampuan dibidang seni dan budaya yang patut ditonjolkan kecuali keberanian mereka untuk tampil dihadapan para juri dan juga penonton yang jumlahnya tidak terlalu banyak. Hal ini bisa dilihat dari penampilan finalis asal Sulawesi Selatan Rezki Annisa yang memilih memainkan alat musik gesek tradisional,-mirip siter kalau di Jawa-. Alih alih memainkan musik gesek yang enak didengar, finalis berusia 22 tahun ini terlihat asal saja membunyikan alat musik yang dibawanya. Padahal musik ini biasanya digunakan dalam perkawinan adat. Rezki memilih bercerita mengenai kampung halamannya dengan menggunakan bahasa daerah yang diiringi suara musik yang justru membuat para penonton tertawa.
Bahkan, Indra Bekti yang kemarin tampil kocak sebagai pembawa acara secara spontan langsung berkomentar. "Wah musik yang kamu bawakan merdu, ngik-ngok ngik-ngok, sunguh!" ucapnya dengan nada menyindir sambil tertawa yang langsung diamini oleh para penonton dengan ikut tertawa.

Sementara itu, finalis dari Sulawesi utara Yunita, dan finalis asal Sumatera selatan Verawati Agustina mencoba membacakan puisi ciptaan mereka. Sedangkan finalis asal Kepulauan Bangka Belitung, Sinta Septia Dewi, mencoba memesona para juri dengan menyanyikan lagu ciptaannya sendiri. Gadis manis yang berprofesi sebagai polisi lalu lintas di Polres Bangka Tengah itu sekaligus mencoba beda dengan rekan-rekannya yang lain yang juga sama-sama menyanyi tapi lagu daerah."Lagu ini terinspirasi saat saya berada di sini bersama teman teman," ucap Sinta mencoba meyakinkan para juri jika ide dan tema lagunya itu memang orisinal, mengingat salah satu penilaian adalah orisinalitas, selain keberanian dan bakat itu sendiri. yang lain mencoba menari, baik itu tari tradisional ataupun
modern seperti balet yang dilakukan oleh finalis DKI 3 Fitri Adityasari.

Bisa dicatat juga, Agni pemenang Putri Indonesia 2006 dalam proses pemilihan Putri Berbakat Seni dan Budaya tahun lalu hanya melakukan akting melawak yang sebenarnya wujud keberanian berbicara sekenanya saja serta tampil pede di depan publik. "Di malam pemilihan bakat seni dan budaya saya cuman melawak ketika itu," kata Agni jujur sambil tertawa renyah yang
harus diakui terlihat manis.
Bakat seni pas-pasan yang dimiliki oleh para finalis juga dirasa betul oleh salah satu juri malam itu. "Ada yang memang berbakat, namun harus diakui memang ada yang sama sekali tidak berbakat," ucap pengacara senior Todung Mulya Lubis yang kemarin memang tampil sebagai salah satu dewan juri.

Untung saja di ajang Miss Universe, dimana para pemenang PI dikirim kesana untuk berlaga tidak mengenal ajang adu bakat, sehingga siapapun yang nantinya di kirim dalam kontes kecantikan sejagad itu tidak perlu bekerja keras untuk menunjukkan kemampuan mereka yang pas-pasan.

ayo nyumbang buku